Jakarta - Motif pelaku pornografi anak di grup Facebook Official Loly Candy's 18+ bukan semata-mata mencari keuntungan secara ekonomi. Para pelaku cenderung mencari kepuasan batin dengan terlibat secara langsung di dalam grup tersebut.
"Ini bukan semata faktor ekonomi tetapi lebih menitik beratkan kepada pelampiasan dari pada hasratnya," ujar Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Wahyu Hadiningrat kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (15/3/2017).
Ia mengatakan para pelaku dan juga member grup memiliki orientasi seksual yang sama. Mereka juga memiliki fantasi seksual yang sama terhadap anak-anak di bawah umur.
Tetapi, Wahyu tidak menampik jika para pelaku juga mendapatkan keuntungan dari menampilkan foto dan video di grup Facebook tersebut. Untuk satu konten foto atau pun video, mereka mendapatkan Rp 15 ribu dalam bentuk poin.
"Kalau faktor ekonomi tidak bisa kita audit karena ini ada di virtual, rekening pun rekening virtual. Yang itu bisa dibelanjakan juga untuk pembelian yang sifatnya virtual juga," lanjut Wahyu.
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Iriawan juga menyampaikan hal serupa. Pada dasarnya, para pelaku tidak mencari keuntungan secara ekonomi, tetapi lebih kepada kepuasan.
"Rata-rata kepuasan seks dan mencari fantasi seksual," ucap Iriawan.
Dua orang tersangka, Wawan dan T-Day, bahkan melakukan kekerasan seksual kepada beberapa anak di bawah umur. Mereka merekam adegan tersebut dan mengunggahnya ke grup Facebook tersebut.
Polisi Ungkap Profil Para Pelaku Pornografi Anak 'Loly Candy's'
Jakarta - Polisi menyebut 4 pelaku pornografi anak via online jaringan internasional memiliki latar belakang pendidikan rendah. Salah seorang pelaku di antaranya adalah pekerja warnet, bahkan ada pengangguran dan buruh.
"Pekerjaan para pelaku ada yang penjaga warnet, buruh, cuci steam bahkan pelajar SMK (Sekolah Menengah Kejuruan)," ujar Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Wahyu Hadiningrat kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (15/3/2017).
Tersangka Mochammad Bahrul Ulum (25) alis Wawan alis Snorlax adalah tamatan Sekolah Dasar (SD). Tersangka pernah bekerja di sebuah warnet di Malang, Jawa Timur.
"Saat bekerja jadi penjaga warnet, di situ dia mengenal media sosial," ucapnya.
Sementara tersangka Dede Sobur alias Illu Inaya alias Alicexandria (27), pendidikan terakhirnya adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tersangka sehari-hari bekerja sebagai buruh harian lepas.
"Kemudian tersangka SHDW alias Siha Dwiti (16) adalah pelajar SMK di Tangerang," cetusnya.
Tersangka DF alias T-Day (17) bahkan putus sekolah saat kelas 1 Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Bogor. Dia sehari-hari bekerja di sebuah tempat cuci steam di Kabupaten Bogor.
Tersangka Wawan dan T-Day diketahui telah melakukan kekerasan seksual terhadap sejumlah anak di bawah umur. Beberapa di antaranya diunggah ke dalam grup Facebook tersebut.
Secara terpisah, Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Roberto Gomgom Pasaribu mengungkap tersangka Wawan sangat aktif di media sosial saat bekerja sebagai penjaga warnet.
"Di situ dia berselancar mencari situs-situs pornografi sampai akhirnya dia membuat akun grup Facebook tersebut pada September 2016," kata Roberto.
Grup Facebook tersebut beranggotakan 7 ribuan lebih member lokal maupun internasional. Selama hampir 1 tahun beroperasi, sedikitnya ada 600 konten foto dan video pornografi anak yang diunggah ke media sosial tersebut.
"Akun Facebooknya sudah diblokir," tutup Roberto.
EmoticonEmoticon